Senin, 06 Oktober 2014

TUGAS 1 #Wujudkan APBD Pro Rakyat



Wujudkan APBD Pro Rakyat 



I.                Pendahuluan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang Keuangan Negara).

Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah harus dicatat dan dikelola dalam APBD. Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi. Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan pelaksanaan Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak dicatat dalam APBD.

APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan semua Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.

Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu tersebut.

APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. Jadi, realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang telah ditetapkan. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut.



II.           Isi

Sebagai dokumen milik daerah, struktur APBD memuat pendapatan, belanja, pembiayaan daerah. Pendapatan daerah meliputi pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah. Termasuk pajak daerah, retribusi daerah, hasil-hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan yang sah masuk kategori pendapatan asli daerah. Kelompok pendapatan dari dana perimbangan meliputi dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus.
Perdebatan mengenai alokasi APBD yang tidak pro rakyat tidak pernah usai. Padahal, sejumlah cendekiawan dan analis termasuk masyarakat awam berkeinginan agar, alokasi dana APBD berpihak kepada masyarakat kecil bukan sekadar mimpi. Tidak sedikit yang menilai, bahwa sulitnya merancang APBD pro rakyat merupakan bagian dari kesulitan menerapkan konsep ideal otonomi daerah. Sehingga alokasi APBD, yang seharusnya dipergunakan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat daerah.
Mempertanyakan keberpihakan APBD kepada rakyat bukan suatu yang salah, terutama karena adanya perbedaan pandangan antara masyarakat dan birokrasi. Diantaranya, dalam menyikapi besarnya komposisi antara belanja langsung dan belanja tidak langsung. Masyarakat menilai, anggaran yang digunakan untuk kepentingan rakyat berupa belanja langsung, sedangkan belanja tidak langsung dianggap tidak untuk mereka. Di pihak lain, menurut perhitungan para penyusun anggaran (birokrat), banyak komponen anggaran yang dialokasikan untuk masyarakat secara langsung masuk dalam belanja tidak langsung. Bentuknya berupa belanja hibah, bantuan sosial (bansos), dan bantuan keuangan kota hingga desa.
Mengutip pendapat sosiolog Universitas Airlangga (Unair), Hotman Siahaan, APBD merupakan bentuk manajemen keuangan daerah dalam pengalokasian sumber daya di daerah secara optimal, sekaligus juga alat evaluasi prestasi pemerintah dalam pembiayaan pembangunan di daerahnya. Karena itu, setiap belanja pemerintah harus ditujukan untuk kepentingan publik dan pemakaiannya harus dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain, APBD harus bermanfaat sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Bicara APBD pro rakyat tentunya bicara mengenai berbagai aspek dasar kebutuhan rakyat, diantaranya pendidikan, kesehatan, ekonomi, tenaga kerja, pemberdayaan perempuan, kehidupan umat beragama, lingkungan hidup, informasi, hukum, penanganan bencana, dan sebagainya. Fungsi alokasi dimaksudkan agar APBD digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintah sehingga pelayanan publik makin baik. Pemerataan pendapatan dan pengentasan masyarakat miskin merupakan perwujudan fungsi distribusi. Sementara itu, fungsi stabilitas ditujukan untuk menciptakan lingkungan kondusif bagi kegiatan ekonomi, memperluas kesempatan kerja, stabilitas harga, dan pertumbuhan ekonomi.
Itu sebabnya mengapa keberpihakan tersebut harus dijadikan pilihan. APBD harus ditujukan sebesar-besarnya untuk belanja pelayanan dasar, khususnya pelayanan pendidikan, kesehatan, sarana air bersih, dan perluasan lapangan kerja. Semua itu berorientasi pada rakyat miskin sebagai upaya penanggulangan kemiskinan dengan tujuan akhir kesejahteraan seluruh rakyat.
Harus diakui, selama ini kecenderungan yang terjadi, skala prioritas penggunaan APBD untuk membiayai belanja rutin birokrasi, baru untuk membiayai pembangunan. Pemerintahan yang demokratis bisa terlihat dari administrasi yang efisien dan efektif. Secara politis, dia demokratis, di mana keterlibatan, akses dan kontrol publik diberikan ruang yang sangat luas. Secara ekonomi, dia mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Secara sosial, dia mampu menciptakan rasa aman bagi rakyatnya, dan secara yuridis dijalankan berdasarkan aturan hukum yang berlaku.
Ada empat hal dalam penyusunan APBD pro rakyat serta menjalankan fungsi pemerintahan yakni, Partisipasi, dimana warga mendapatkan ruang berpartisipasi dalam proses perencanaan, pembangunan yang secara utuh dan lengkap. Akses, warga mendapatkan akses pelaksanaan pembangunan. Manfaat, warga menerima manfaat langsung dari pembangunan dari berbagai level perwujudannya, serta tentunya Kontrol, dimana warga dapat mengevaluasi proses dan hasil program pembangunan dan terlibat dalam menentukan kelanjutannya.

Pengelolaan  APBD

APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD yang disusun oleh pemerintah daerah telah mengalami perubahan dari yang bersifat incramental menjadi anggaran berbasis kinerja sesuai dengan tuntutan reformasi. Dilihat dari aspek masyarakat (customer) dengan adanya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik maka dapat meningkatnya tuntutan masyarakat akan pemerintah yang baik, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk bekerja secara lebih efisien dan efektif terutama dalam menyediakan layanan prima bagi seluruh masyarakat. Dilihat dari sisi pengelolaan keuangan daerah khususnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) maka kontribusi terhadap APBD meningkat tiap tahun anggaran hal ini didukung pula dengan tingkat efektivitas dari penerimaan daerah secara keseluruhan sehingga adanya kemauan dari masyarakat untuk membayar kewajibannya kepada Pemerintah Daerah dalam bentuk pajak dan retribusi.
Dengan berlandaskan pada dasar hukum di atas maka penyusunan APBD sebagai rencana kerja keuangan adalah sangat penting dalam rangka penyelenggaraan fungsi daerah otonom. Dari uraian tersebut boleh dikatakan bahwa APBD sebagai alat / wadah untuk menampung berbagai kepentingan publik (public accountability) yang diwujudkan melalui berbagai kegiatan dan program, di mana pada saat tertentu manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat umum.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan instrumen kebijakan yang dipakai, sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Oleh karena itu, DPRD dan pemerintah daerah harus berupaya secara nyata dan terstruktur guna menghasilkan APBD yang dapat mencerminkan kebutuhan riil masyarakat sesuai dengan potensi masing-masing daerah serta dapat memenuhi tuntutan terciptanya anggaran daerah yang berorientasi pada kepentingan dan akuntabilitas publik. Suatu anggaran yang telah direncanakan dengan baik hendaknya disertai dengan pelaksanaan yang tertib dan disiplin sehingga tujuan atau sasarannya dapat dicapai secara berdaya guna dan berhasil
Salah satu aspek dari pemerintah daerah yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Anggaran daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah sebagai instrumen kebijakan, anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. Anggaran Daerah seharusnya dipergunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan pengeluaran, alat bantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, alat otoritas pengeluaran di masa yang akan datang. Ukuran standar untuk evaluasi kinerja serta alat koordinasi bagi semua aktivitas di berbagai unit kerja. Penentuan besarnya penerimaan/pendapatan dan pengeluaran/belanja daerah tidak terlepas dari peraturan perundang-undangan yang berlaku.


III.              Kesimpulan dan Saran

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan instrumen kebijakan yang dipakai, sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah,  Untuk dapat menghasilkan struktur anggaran yang sesuai dengan harapan dan kondisi normatif maka APBD yang pada hakikatnya merupakan penjabaran kuantitatif dari tujuan dan sasaran pemerintah daerah serta tugas pokok dan fungsi unit kerja harus disusun dalam struktur yang berorientasi pada pencapaian tingkat kinerja tertentu. Artinya, APBD harus mampu memberikan gambaran yang jelas tentang tuntutan besarnya pembiayaan atas berbagai sasaran yang hendak dicapai, tugas-tugas dan fungsi pokok sesuai dengan kondisi, potensi, aspirasi dan kebutuhan riil di masyarakat untuk suatu tahun tertentu. Dengan demikian alokasi dana yang digunakan untuk membiayai berbagai program dan kegiatan dapat memberikan manfaat yang benar-benar dirasakan masyarakat dan pelayanan yang berorientasi pada kepentingan publik.


IV.              Referensi/Daftar Pustaka

http://keuda.kemendagri.go.id/artikel/detail/38-wujudkan-apbd-pro-rakyat