Minggu, 02 November 2014

TUGAS 2 #KASUS PENGGELAPAN PAJAK PT ASIAN AGRI GROUP



KASUS PENGGELAPAN PAJAK PT ASIAN AGRI GROUP


PEMBUKAAN

Pajak yaitu iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang  (sehingga dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Tak bisa dipungkiri, pajak sebagai mesin penghasil uang negara telah menjadi primadona penerimaan negara semenjak berakhirnya era kejayaan minyak yang dulu berfungsi sebagai penghasil utama penerimaan negara.
Namun hingga saat ini permasalahan pajak di Indonesia tidak henti-hentinya muncul. Padahal pajak merupakan suatu kewajiban masyarakat sebagai warga negara, tetapi masih banyak masyarakat yang tidak membayar pajak. Bahkan banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia yang menggelapkan dan terlibat dalam kasus pajak. Hal ini dapat menyebabkan kerugian bagi negara, padahal dengan kita membayar pajak, dapat menutupi  pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung berdasarkan undang-undang.
Pada umumnya dinegara berkembang, penerimaan pajaknya yang terbesar berasal dari pajak tidak langsung, Hal ini disebabkan Negara berkembang golongan berpenghasilan tinggi lebih rendah persentasenya.namun dalam hal ini masih saja banyak terjadi pengusaha yang menghindarkan diri dari pajak atau dalam arti lainnya melakukan penyelewengan pajak dimana penghindaran diri dari pajak ini bisa saja di sebut dengan pelanggaran undang undang dan resikonya dapat merugikan negara selain itu juga masih banyak terjadi kasus penggelapan pajak yang masih bisa lolos dari jerat hukum dan mengambang kasusnya dikarenakan aparat penegak hukum kita tidak tegas dan sungguh-sungguh dalam menegakkan keadilan malah berusaha menyiasati hukum dengan segala cara tidak lain tidak bukan tujuannya adalah untuk melindungi tersangka mafia pajak.


ISI

Penggelapan Pajak  PT Asian Agri Group

PT Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu induk usaha terbesar kedua di Grup Raja Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto. Menurut majalah Forbes, pada tahun 2006 Tanoto adalah keluarga paling kaya di Indonesia, dengan kekayaan mencapai US$ 2,8 miliar (sekitar Rp 25,5 triliun).  Selain PT AAG, terdapat perusahaan lain yang berada di bawah naungan Grup Raja Garuda Mas, di antaranya: Asia Pacific Resources International Holdings Limited (APRIL), Indorayon, PEC-Tech,  Sateri International, dan Pacific Oil & Gas.Secara khusus, PT AAG memiliki 200 ribu hektar lahan sawit, karet, kakao di Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Thailand. Di Asia, PT AAG merupakan salah satu penghasil minyak sawit mentah terbesar, yaitu memiliki 19 pabrik yang menghasilkan 1 juta ton minyak sawit mentah – selain tiga pabrik minyak goreng.
Terungkapnya dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG, bermula dari aksi Vincentius Amin Sutanto (Vincent) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1 juta pada tanggal 13 November 2006. Vincent saat itu menjabat sebagai group financial controller di PT AAG – yang mengetahui seluk-beluk keuangannya. Perbuatan Vincent ini terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Vincent diburu bahkan diancam akan dibunuh. Vincent kabur ke Singapura sambil membawa sejumlah dokumen penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya inilah terjadi jalinan komunikasi antara Vincent dan wartawan Tempo.
Pelarian VAS berakhir setelah pada tanggal 11 Desember 2006 ia menyerahkan diri ke Polda Metro Jawa. Namun, sebelum itu, pada tanggal 1 Desember 2006 VAS sengaja datang ke KPK untuk membeberkan permasalahan keuangan PT AAG yang dilengkapi dengan sejumlah dokumen keuangan dan data digital.Salah satu dokumen tersebut adalah dokumen yang berjudul “AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing of Export Sales)”, disusun pada sekitar 2002. Dokumen ini memuat semua persiapan transfer pricing PT AAG secara terperinci. Modusnya dilakukan dengan cara menjual produk minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) keluaran PT AAG ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar – untuk kemudian dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan. Selain itu, rupanya perusahaan-perusahaan luar negeri yang menjadi rekanan PT AA sebagian adalah perusahaan fiktif.
Pembeberan Vincent ini kemudian ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan permasalahan tersebut ke Direktorat Pajak – karena memang permasalahan PT AAG tersebut terkait erat dengan perpajakan.Menindaklanjuti hal tersebut, Direktur Jendral Pajak, Darmin Nasution, kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas pemeriksa, penyidik dan intelijen. Tim ini bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kejaksaan Agung. Tim khusus tersebut melakukan serangkaian penyelidikan – termasuk penggeladahan terhadap kantor PT AAG, baik yang di Jakarta maupun di Medan.
Berdasarkan hasil penyelidikan  tersebut (14 perusahaan diperiksa), ditemukan Terjadinya penggelapan pajak yang berupa penggelapan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN).selain itu juga "bahwa dalam tahun pajak 2002-2005, terdapat Rp 2,62 triliun penyimpangan pencatatan transaksi. Yang berupa menggelembungkan biaya perusahaan hingga Rp 1,5 triliun. mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp 232 miliar. mengecilkan hasil penjualan Rp 889 miliar. Lewat modus ini, Asian Agri diduga telah menggelapkan pajak penghasilan untuk badan usaha senilai total Rp 2,6 triliun. Perhitungan SPT Asian Agri yang digelapkan berasal dari SPT periode 2002-2005. Hitungan terakhir menyebutkan penggelapan pajak itu diduga berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp 1,3 triliun.
Dari rangkaian investigasi dan penyelidikan, pada bulan Desember 2007 telah ditetapkan 8 orang tersangka, yang masing-masing berinisial ST, WT, LA, TBK, AN, EL, LBH, dan SL. Kedelapan orang tersangka tersebut merupakan pengurus, direktur dan penanggung jawab perusahaan. Di samping itu, pihak Depertemen Hukum dan HAM juga telah mencekal 8 orang tersangka tersebut.
Terungkapnya kasus penggelapan pajak oleh PT AAG tidak terlepas dari pemberitaan investigatif Tempo – baik koran maupun majalah – dan pengungkapan dari Vincent. Dalam konteks pengungkapan suatu perkara, apalagi perkara tersebut tergolong perkara kakap, mustinya dua pihak ini mendapat perlindungan sebagai whistle blower. Kenyataannya, dua pihak ini di-blaming. Alih-alih memberikan perlindungan, aparat penegak hukum malah mencoba mempidanakan tindakan para whistle blower ini. Vincent didakwa dengan pasal-pasal tentang pencucian uang – karena memang dia, bersama rekannya, sempat mencoba mencairkan uang PT AAG. Bahkan Vincent telah divonis dan dihukum 11 tahun penjara. Sementara itu, pesan pendek (SMS) Metta Dharmasaputra – wartawan Tempo – disadap aparat penegak hukum, print-out-nya beredar di kalangan pers. Pemberitaan investigatif Metta Dharmasaputra dan komunikasinya dengan Vincent sempat menjadi urusan Dewan Pers, bahkan nyaris diproses secara pidana.Selain itu, pemberitaan Tempo juga di-blaming melalui riset di bidang komunikasi publik oleh dosen Fisipol UGM atas pesanan PT AAG – yang menyatakan bahwa pemberitaan-pemberitaan seputar kasus penggelapan pajak tersebut tidak mencari solusi yang komprehensif. Sedangkan P3-ISIP UI – yang melakukan riset serupa atas pesanan PT AAG – menyimpulkan bahwa pers (pemberitaan Tempo) cenderung melakukan bias dan keberpihakan yang secara etis patut direnungi. Bisa jadi hasil-hasil riset tersebut sebagai legitimasi untuk memperkarakan Tempo.Apa yang dialami Vincent dan Tempo tersebut sebenarnya merupakan cermin buram bagi perlindungan saksi di Indonesia selama ini. Kejadian ini bukanlah yang pertama dialami para pengungkap fakta. Tetapi kejadian berulang yang tujuannya tidak lain adalah untuk menutupi kejahatan yang sesungguhnya. Para pengungkap fakta semacam ini sering mengalami berbagai bentuk kekerasan – intimidasi dan teror, bahkan diperkarakan secara hukum – baik perdata maupun pidana. Lihat saja misalnya Kasus Udin, kasus Endin Wahyudi, Kasus Ny Maria Leonita, Kasus Romo Frans Amanue, dan banyak lagi.Jangan sampai apa yang dialami Vincent dan Tempo tersebut menjadi alat untuk membungkam pengungkapan kasus yang sesungguhnya, dalam hal ini dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG.

Penyelesaian Kasus Asian Agri: Di Dalam atau Luar Pegadilan?

PT Asian Agri Group (AAG) diduga telah melakukan penggelapan pajak (tax evasion) selama beberapa tahun terakhir sehingga menimbulkan kerugian negara senilai trilyunan rupiah. Belum lagi kelar penyidikan, berkembang wacana mengenai penyelesaian kasus itu di luar pengadilan (out of court settlement). Hal ini sangat menggelisahkan kalangan yang menginginkan tegaknya hukum dan terwujudnya keadilan, tanpa pandang bulu. Sangat ironis jika para penjahat kelas teri ditangkapi, ditembaki, disidangkan, dan dimasukkan bui, sementara itu penjahat kerah putih (white collar criminal) yang mengakibatkan kerugian besar pada negara justru dibiarkan melenggang karena kekuatan kapital nya.

Celah Keluar dari Pengadilan

Meski peraturan perundangan mengancam pelaku tindak pidana perpajakan dengan sanksi pidana penjara dan denda yang cukup berat, nyatanya masih ada celah hukum untuk meloloskan para penggelap pajak dari ketok palu hakim di pengadilan. Pasal 44B UU No.28/2007 membuka peluang out of court settlement bagi tindak pidana di bidang perpajakan. Ketentuan itu mengatur bahwa atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan. Dengan demikian, kasus berakhir (case closed) jika wajib pajak yang telah melakukan kejahatan itu telah melunasi beban pajak beserta sanksi administratif berupa denda. Ketentuan hukum nyatanya begitu lunak dalam mengatur tindak pidana perpajakan. Peluang out of court settlement dimungkinkan bagi segala jenis tindak pidana perpajakan. Peluang itu tidak hanya berlaku untuk Perlawanan Pasif terhadap Pajak”, yaitu perlawanan yang tidak dilakukan secara sadar atau disertai niat dari warga masyarakat untuk merintangi aparat pajak dalam melakukan tugasnya. Penghentian penyidikan dan penyelesaian di luar sidang juga berlaku untuk “Perlawanan Aktif terhadap Pajak” yang perbuatannya dilakukan lewat cara-cara ilegal dan langsung ditujukan pada fiskus/pemerintah.
Jadi, penyelesaian kasus tindak pidana perpajakan oleh Asian Agri Group meski masuk kategori “Perlawanan Aktif terhadap Pajak” sekalipun – tetap dapat diselesaikan di luar sidang pengadilan. Dengan demikian, harapan kita bergantung pada Menteri Keuangan dan Jaksa Agung sebagai pihak yang paling menentukan dalam proses penyelesaian tindak pidana perpajakan ini.

Tidak Hanya Urusan Pajak

Menilik modus operandi dalam kasus ini, penggelapan pajak bukanlah satu-satunya perbuatan pidana yang bisa didakwakan kepada Asian Agri Group. Penyidikan terhadap Asian Agri Group juga dapat dikembangkan pada tindak pidana pencucian uang (money laundering). Dalam hal itu, penggelapan pajak oleh Asian Agri Group perlu dilihat sebagai kejahatan asal (predict crime) dari tindak pidana pencucian uang. Sebagaimana lazimnya, kejahatan pencucian uang tidak berdiri sendiri dan terkait dengan kejahatan lain. Kegiatan pencucian uang adalah cara untuk menghapuskan bukti dan menyamarkan asal-usul keberadaan uang dari kejahatan yang sebelumnya. Dalam kasus ini, penggelapan pajak dapat menjadi salah satu mata rantai dari kejahatan pencucian uang.
Asian Agri Group mengecilkan laba perusahaan dalam negeri agar terhindar dari beban pajak yang semestinya dengan cara mengalirkan labanya ke luar negeri (Mauritius, Hongkong Macao, dan British Virgin Island). Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) kelompok usaha Asian Agri Group kepada Ditjen Pajak telah direkayasa sehingga kondisinya seolah merugi (Lihat pernyataan Darmin Nasution, Direktur Jenderal Pajak, mengenai rekayasa SPT itu). Modus semacam itu memang biasa dilakukan dalam kejahatan pencucian uang, sebagaimana juga diungkapkan oleh Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Hussein mengenai profile, karakteristik, dan pola transaksi keuangan yang tidak beres sebagai indikasi kuat adanya money laundering (Metro TV, 8/1/2008).
Kuatnya dugaan tindak pidana pencucian uang oleh Asian Agri Group semakin didukung fakta-fakta yang diperoleh lewat penelusuran Tempo. Investigasi wartawan Tempo memperlihatkan adanya transaksi mencurigakan melalui perbankan untuk mengalirkan uang hasil penggelapan pajak Asian Agri Group ke afiliasinya di luar negeri yang ternyata adalah perusahaan fiktif. Salah satu perusahaan fiktif itu adalah Twin Bonus Edible Oil and Fat, yang setelah dilakukan pengecekan rupanya menggunakan alamat pabrik payung yang berkedudukan hukum di Hongkong (Tempo, 4/2/2007).Catatan/profile transaksi keuangan yang tidak beres dan adanya transaksi dengan perusahaan fiktif merupakan bukti permulaan yang bisa digunakan untuk membuat terang dugaan tindak pidana pencucian uang. Penyidikan selanjutnya bisa dilakukan dengan menyelusuri tiga tahapan dalam kejahatan pencucian uang. Pertama, penempatan (placement) yang dimulai dengan menyelundupakan penghasilan yang diduga dari laba perusahaan ke negara lain. Kedua, pelapisan (layering) yaitu proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil upaya placement ke tempat lainnya melalui serangkaian transaksi yang kompleks didesain untuk menyamarkan atau mengelabui sumber uang haram terebut (mengenai tahap layering, lihat: Yunus Hussein, 2007). Ketiga, integrasi (integration) yang merupakan tahap akhir dari proses money laundering yang bertujuan menjadikan uang hasil tindak pidana itu dapat digunakan/dinikmati selayaknya uang halal.

Berujung di Pengadilan

Berbeda dengan tindak pidana perpajakan, dalam proses penyelesaian tindak pidana pencucian uang tidak ada satu pihak pun yang diberi kewenangan untuk menghentikan penyidikan. Dengan demikian, jika PPATK dan penyidik dapat melakukan koordinasi dengan baik untuk menuntaskan penyidikan tindak pidana pencucian uang itu, maka persidangan kasus ini pun dapat segera digelar. Akhirnya, lemahnya ketentuan hukum mengenai perpajakan harus menjadi catatan lembaga legislatif. Ketentuan yang memberikan kewenangan untuk menghentikan penyidikan tindak pidana perpajakan hanya akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan jelas tidak mampu menghadirkan keadilan. Persetujuan kita bersama terhadap filosofi pajak yang tidak bertujuan membangkrutkan usaha, semestinya juga tidak diinterpretasikan lewat kebijakan yang membeda-beda kan kedudukan warga negara di hadapan hukum.

KESIMPULAN DAN SARAN

Pajak merupakan sumber pendapatan terbesar bagi negara. Pajak berperan penting bagi perekonomian dan pembangunan Indonesia. Pajak juga berperan penting bagi kelangsungan hidup bangsa. Sebagian besar Anggaran Pendapatan Belanja daerah (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBD) berasal dari pungutan wajib tersebut, Dalam kasus sengketa pajak Asian Agri, dijelaskan bahwa Asian Agri melakukan penggelapan pajak yang mengarah kepada kerugian negara. Maka dari itu Peradilan Pajak dituntut untuk bijaksana dalam menyelidiki dan menyelesaikan permasalahan kasus tersebut sesuai dengan ketentuan Undang Undang yang berlaku. Kasus penyeledupan pajak yang dilakukan oleh PT Asian Agri Group (AAG) harusnya tidak terjadi apabila Dirjen pajak teliti memeriksa berkas atupun dokumen pembayaran pajak dari perusahaan PT Asian Agri Group (AAG). Kemudian penegakan hukum yang tegas bagi pelaku penggelapan pajak menjadi suatu yang harus sehingga tidak terus berlarut kasus penggelapan pajak di negara kita ini.


REFERENSI