Wujudkan APBD Pro Rakyat
I.
Pendahuluan
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan
pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17
Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang Keuangan Negara).
Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah harus dicatat dan dikelola dalam APBD. Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi. Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan pelaksanaan Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak dicatat dalam APBD.
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan semua Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.
Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu tersebut.
APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. Jadi, realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang telah ditetapkan. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut.
Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah harus dicatat dan dikelola dalam APBD. Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi. Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan pelaksanaan Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak dicatat dalam APBD.
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan semua Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.
Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu tersebut.
APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. Jadi, realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang telah ditetapkan. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut.
II.
Isi
Sebagai dokumen milik daerah,
struktur APBD memuat pendapatan, belanja, pembiayaan daerah. Pendapatan daerah
meliputi pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan
yang sah. Termasuk pajak daerah, retribusi daerah, hasil-hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan yang sah masuk
kategori pendapatan asli daerah. Kelompok pendapatan dari dana perimbangan
meliputi dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus.
Perdebatan mengenai alokasi APBD yang tidak pro rakyat tidak
pernah usai. Padahal, sejumlah cendekiawan dan analis termasuk masyarakat awam
berkeinginan agar, alokasi dana APBD berpihak kepada masyarakat kecil bukan
sekadar mimpi. Tidak sedikit yang menilai, bahwa sulitnya merancang APBD pro
rakyat merupakan bagian dari kesulitan menerapkan konsep ideal otonomi daerah.
Sehingga alokasi APBD, yang seharusnya dipergunakan untuk meningkatkan taraf
hidup masyarakat daerah.
Mempertanyakan keberpihakan APBD kepada rakyat bukan suatu
yang salah, terutama karena adanya perbedaan pandangan antara masyarakat dan
birokrasi. Diantaranya, dalam menyikapi besarnya komposisi antara belanja
langsung dan belanja tidak langsung. Masyarakat menilai, anggaran yang
digunakan untuk kepentingan rakyat berupa belanja langsung, sedangkan belanja
tidak langsung dianggap tidak untuk mereka. Di pihak lain, menurut perhitungan
para penyusun anggaran (birokrat), banyak komponen anggaran yang dialokasikan
untuk masyarakat secara langsung masuk dalam belanja tidak langsung. Bentuknya
berupa belanja hibah, bantuan sosial (bansos), dan bantuan keuangan kota hingga
desa.
Mengutip pendapat sosiolog Universitas Airlangga (Unair),
Hotman Siahaan, APBD merupakan bentuk manajemen keuangan daerah dalam
pengalokasian sumber daya di daerah secara optimal, sekaligus juga alat
evaluasi prestasi pemerintah dalam pembiayaan pembangunan di daerahnya. Karena itu,
setiap belanja pemerintah harus ditujukan untuk kepentingan publik dan
pemakaiannya harus dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain, APBD harus
bermanfaat sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Bicara APBD pro rakyat tentunya bicara mengenai berbagai
aspek dasar kebutuhan rakyat, diantaranya pendidikan, kesehatan, ekonomi,
tenaga kerja, pemberdayaan perempuan, kehidupan umat beragama, lingkungan
hidup, informasi, hukum, penanganan bencana, dan sebagainya. Fungsi alokasi
dimaksudkan agar APBD digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintah
sehingga pelayanan publik makin baik. Pemerataan pendapatan dan pengentasan
masyarakat miskin merupakan perwujudan fungsi distribusi. Sementara itu, fungsi
stabilitas ditujukan untuk menciptakan lingkungan kondusif bagi kegiatan
ekonomi, memperluas kesempatan kerja, stabilitas harga, dan pertumbuhan
ekonomi.
Itu sebabnya mengapa keberpihakan tersebut harus dijadikan
pilihan. APBD harus ditujukan sebesar-besarnya untuk belanja pelayanan dasar,
khususnya pelayanan pendidikan, kesehatan, sarana air bersih, dan perluasan
lapangan kerja. Semua itu berorientasi pada rakyat miskin sebagai upaya
penanggulangan kemiskinan dengan tujuan akhir kesejahteraan seluruh rakyat.
Harus diakui, selama ini kecenderungan yang terjadi, skala
prioritas penggunaan APBD untuk membiayai belanja rutin birokrasi, baru untuk
membiayai pembangunan. Pemerintahan yang demokratis bisa terlihat dari
administrasi yang efisien dan efektif. Secara politis, dia demokratis, di mana
keterlibatan, akses dan kontrol publik diberikan ruang yang sangat luas. Secara
ekonomi, dia mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Secara sosial, dia mampu
menciptakan rasa aman bagi rakyatnya, dan secara yuridis dijalankan berdasarkan
aturan hukum yang berlaku.
Ada empat hal dalam penyusunan APBD pro rakyat serta
menjalankan fungsi pemerintahan yakni, Partisipasi, dimana warga mendapatkan ruang
berpartisipasi dalam proses perencanaan, pembangunan yang secara utuh dan
lengkap. Akses,
warga mendapatkan akses pelaksanaan pembangunan. Manfaat, warga
menerima manfaat langsung dari pembangunan dari berbagai level perwujudannya,
serta tentunya Kontrol,
dimana warga dapat mengevaluasi proses dan hasil program
pembangunan dan terlibat dalam menentukan kelanjutannya.
Pengelolaan APBD
APBD mempunyai fungsi otorisasi,
perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. APBD, perubahan
APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan
peraturan daerah. APBD yang disusun oleh pemerintah daerah telah mengalami
perubahan dari yang bersifat incramental menjadi anggaran berbasis kinerja
sesuai dengan tuntutan reformasi. Dilihat dari aspek masyarakat (customer)
dengan adanya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik
maka dapat meningkatnya tuntutan masyarakat akan pemerintah yang baik, hal ini
menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk bekerja secara lebih efisien
dan efektif terutama dalam menyediakan layanan prima bagi seluruh masyarakat.
Dilihat dari sisi pengelolaan keuangan daerah khususnya Pendapatan Asli Daerah
(PAD) maka kontribusi terhadap APBD meningkat tiap tahun anggaran hal ini
didukung pula dengan tingkat efektivitas dari penerimaan daerah secara
keseluruhan sehingga adanya kemauan dari masyarakat untuk membayar kewajibannya
kepada Pemerintah Daerah dalam bentuk pajak dan retribusi.
Dengan berlandaskan pada dasar hukum di atas maka penyusunan
APBD sebagai rencana kerja keuangan adalah sangat penting dalam rangka
penyelenggaraan fungsi daerah otonom. Dari uraian tersebut boleh dikatakan
bahwa APBD sebagai alat / wadah untuk menampung berbagai kepentingan publik
(public accountability) yang diwujudkan melalui berbagai kegiatan dan program,
di mana pada saat tertentu manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat
umum.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada
hakekatnya merupakan instrumen kebijakan yang dipakai, sebagai alat untuk
meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Oleh karena
itu, DPRD dan pemerintah daerah harus berupaya secara nyata dan terstruktur
guna menghasilkan APBD yang dapat mencerminkan kebutuhan riil masyarakat sesuai
dengan potensi masing-masing daerah serta dapat memenuhi tuntutan terciptanya
anggaran daerah yang berorientasi pada kepentingan dan akuntabilitas publik.
Suatu anggaran yang telah direncanakan dengan baik hendaknya disertai dengan
pelaksanaan yang tertib dan disiplin sehingga tujuan atau sasarannya dapat
dicapai secara berdaya guna dan berhasil
Salah satu aspek dari pemerintah daerah yang harus diatur
secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran
daerah. Anggaran daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan
instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah sebagai instrumen kebijakan,
anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas
dan efektivitas pemerintah daerah. Anggaran Daerah seharusnya dipergunakan
sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan pengeluaran, alat bantu
pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, alat otoritas pengeluaran di
masa yang akan datang. Ukuran standar untuk evaluasi kinerja serta alat
koordinasi bagi semua aktivitas di berbagai unit kerja. Penentuan besarnya
penerimaan/pendapatan dan pengeluaran/belanja daerah tidak terlepas dari
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
III.
Kesimpulan dan Saran
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan instrumen kebijakan yang dipakai,
sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di
daerah, Untuk dapat menghasilkan
struktur anggaran yang sesuai dengan harapan dan kondisi normatif maka APBD
yang pada hakikatnya merupakan penjabaran kuantitatif dari tujuan dan sasaran
pemerintah daerah serta tugas pokok dan fungsi unit kerja harus disusun dalam
struktur yang berorientasi pada pencapaian tingkat kinerja tertentu. Artinya,
APBD harus mampu memberikan gambaran yang jelas tentang tuntutan besarnya
pembiayaan atas berbagai sasaran yang hendak dicapai, tugas-tugas dan fungsi
pokok sesuai dengan kondisi, potensi, aspirasi dan kebutuhan riil di masyarakat
untuk suatu tahun tertentu. Dengan demikian alokasi dana yang digunakan untuk
membiayai berbagai program dan kegiatan dapat memberikan manfaat yang
benar-benar dirasakan masyarakat dan pelayanan yang berorientasi pada
kepentingan publik.
IV.
Referensi/Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar